Director: Shawn Levy
Review:
Premis Real Steel yang mengisahkan mengenai pertarungan antara para robot kemungkinan besar akan membuat banyak penonton membayangkan berbagai adegan yang terdapat dalam franchise Transformers (2007 – 2014) milik Michael Bay. Namun, Real Steel sendiri merupakan sebuah film yang mendasarkan jalan ceritanya pada cerita pendek karya Richard Matheson yang berjudul Steel (1956) dan lebih menekankan pada perkembangan hubungan antara karakter ayah dan anak yang terdapat di dalam jalan cerita daripada mengumbar berbagai adegan aksi. Pun begitu, Shawn Levy sebagai seorang sutradara juga tidak serta merta meninggalkan sisi visual film ini dan turut mampu menghadirkan deretan adegan aksi dengan pencapaian special effect yang jauh dari kesan mengecewakan.
Jalan cerita Real Steel berlatarbelakangkan waktu pada tahun 2020, dimana olahraga tinju tidak lagi dilakukan oleh manusia, melainkan dilakukan oleh para robot yang dikendalikan oleh para manusia dengan tujuan agar para robot yang bertanding dapat bertarung habis-habisan.
Dikisahkan bahwa Charlie Kenton (Hugh Jackman) adalah seorang mantan petinju yang kini menjadikan laga tinju para robot sebagai mata pencahariannya. Dan Charlie bukanlah seorang pengendali robot yang baik. Robot yang ia kendalikan seringkali mengalami kekalahan dan kehancuran yang ujung-ujungnya membuat Charlie selalu berada dalam kesulitan finansial.
Pada suatu hari, mantan kakak iparnya, Debra (Hope Davis), dan suaminya, Marvin (James Rebhorn), datang dengan sebuah surat untuk meminta hak asuh penuh terhadap anak Charlie, Max (Dakota Goyo), yang kini hidup seorang diri setelah ibunya meninggal dunia. Melihat peluang bahwa ia dapat memperoleh aliran dana segar, Charlie lalu ‘menjual’ Max kepada Marvin dengan persyaratan bahwa Charlie mau menjaga dan merawat Max selama Debra dan Marvin berliburan ke luar negeri.
Dengan uang yang ia dapatkan dari Marvin, Charlie akhirnya membeli sebuah robot baru yang akan ia gunakan untuk bertarung. Namun, seperti yang dapat diduga, bersamaan dengan perjalanan waktu, hubungan Charlie dan Max secara perlahan mulai menghangat.
Pada durasi awal film ini, Real Steel murni menggambarkan buruknya karakter Charlie dalam kehidupan sehari-harinya: suka berbohong, egois, tidak memiliki pendirian yang tetap dan bahkan mau ‘menjual’ anaknya demi sejumlah uang. Beruntung karakter Charlie Kenton diperankan oleh Hugh Jackman. Kharisma aktor tampan asal Australia ini akan membuat penonton Real Steel merasa sulit untuk membenci karakter Charlie Kenton seburuk apapun jalan cerita film ini berusaha menggambarkan karakter tersebut.
Transisi sisi kehidupan karakter Charlie dari seorang yang berperangai buruk menjadi seseorang yang memiliki wibawa dan tanggung jawab menjadi semakin mudah ketika karakter Max yang diperankan Dakota Goyo memasuki jalan cerita. Selanjutnya, akan sangat mudah bagi penonton untuk menebak arah cerita Real Steel yang sebenarnya.
Pun begitu, bukan berarti Real Steel tampil datar dan tidak menarik. Memang, jalan cerita mengenai seorang underdog yang berusaha untuk mencapai tangga kemenangan merupakan sebuah premis dasar yang dapat ditemui di setiap film-film bertema olahraga lainnya. Namun dengan sentuhan modernitas yang dihadirkan lewat kehadiran para karakter robot yang disajikan sebagai para petarung di film ini, Shawn Levy berkesempatan untuk menghadirkan sebuah sisi cerita lain yang dapat mempesona penonton, yakni sisi tampilan special effect film ini. Dan benar saja, deretan robot yang dihadirkan berhasil tampil meyakinkan.
Dukungan produksi kelas atas dari bagian suara hingga gambar semakin menambah gemilang pencapaian film yang berdurasi lebih dari 120 menit ini. Dan adalah sangat menyenangkan mengingat bahwa selain jalan cerita film ini yang merupakan sebuah fiksi belaka, seluruh kandungan yang terdapat di dalamnya mampu dihadirkan begitu nyata: mulai dari adegan-adegan pertarungannya hingga hubungan yang terjalin antara karakternya.
Benar bahwa pada beberapa titik, sentimentalitas Real Steel terasa terlalu berlebihan. Namun ketika semenjak awal penonton telah berhasil dibuat tertarik dan memiliki hubungan emosional tersendiri dengan jalan cerita dan setiap karakter di film ini, sentimentalitas kuat yang dihadirkan justru akan terasa bagaikan sebuah kisah hidup yang dialami sendiri oleh setiap penontonnya. Tidak berlebihan rasanya jika mengatakan bahwa Real Steel adalah sebuah film yang memiliki seluruh kualitas yang diinginkan Michael Bay untuk hadir dalam seri Transformers.